CIREBON – Kisah pertarungan antara kebaikan dan keburukan akan selalu berulang. Dulu, pertarungan itu muncul dalam kisah para Nabi yang melawan raja-raja. Sekarang, pertarungan itu hadir melalui barisan para ulama yang mengingatkan penguasa. Saking panasnya pertarungan itu, seringkali para penguasa menyusun konspirasi untuk melumpuhkan perjuangan umat Islam danpara ulama.
Untuk itu, umat Islam harus punya sikap yang benar dalam menghadapi konspirasi tersebut. Setidaknya umat Islam harus memiliki kekuatan iman, keberanian, pengetahuan, dan penyerahan diri kepada Allah. Hal tersebut disampaikan Anis Matta, pada Rabu (24/5/2017), di Cirebon, Jawa Barat.
“Musuh melumpuhkan perlawanan kita dengan cara menggambarkan kehebatan mereka. Mereka ingin kita berkata, percuma saja melawan, tidak ada gunanya. Karena itu, cara pertama dalam menghadapi konspirasi adalah memperbaiki sikap jiwa kita dalam menghadapinya. Jangan takut kepada mereka,” buka Anis.
Anis kemudian memberi contoh kasus tahun 70-an hingga 90-an. Saat itu bermunculan cerita tentang kehebatan Mossad, seolah agen rahasia Israel itu bisa melakukan apa saja. Ini seperti Hollywood yang membuat sekitar 86 film untuk menggambarkan kemenangan Amerika di Perang Vietnam. Padahal, Negeri Paman Sam itu sebenarnya keok.
Langkah kedua untuk menghadapi konspirasi, lanjut Anis, adalah mempercayai takdir dan hari akhir. Semua cerita tentang konspirasi di dalam Al-Quran selalu disertai dengan ajakan untuk mempercayai takdir dan hari akhir. Ini guna menguatkan keyakinan kaum Muslimin bahwa Allah punya banyak cara untuk menghadapi kejahatan orang-orang kafir.
“Mereka tidak akan bisa membuat Allah tidak berdaya. Jadi, santai saja. Dengan cara begitu, ketika kita melihat musuh kita, yang kita bayangkan bukan musuh itu, tetapi Allah. Allah yang menciptakan, menentukan hidup mati, dan mengatur semua peristiwa di alam raya. Makanya kita tidak akan takut. Ini yang disebut keberanian iman. Bukan keberanian karena kita merasa kuat, tapi keberanian karena kita merasa bersama Allah,” terangnya.
Setelah itu, Kaum Muslimin juga harus memiliki ilmu manajemen perang dan ilmu perimbangan kekuatan. Dengan ilmu manajemen perang, Nabi Musa meninggalkan Mesir ketika nyawanya terancam, lalu kembali lagi 10 tahun kemudian untuk menghadapi Fir’aun. Dengan ilmu perimbangan kekuatan, Nabi Shaleh mengetahui ada sembilan kelompok di daerah dakwahnya yang senantiasa berbuat kerusakan.
“Walaupun Allah yang mengendalikan semua, tapi Allah menerapkan kaidah kepada kita, bahwa kemenangan ini harus diraih dengan usaha-usaha manusia. Karena itu, logika angka itu tetap harus ada, berapa kekuatan musuh dan berapa kekuatan kita. Dengan membuat logika dasar seperti itu, kita menggabungkan antara usaha manusia kita dan pertolongan Allah. Jadi,kita lebih realistis,” jelasnya.
Jika semua telah dilakukan, menurut Anis, ada satu hal lagi yang perlu dilakukan, yaitu tawakal. Ini merupakan sikap berserah diri kepada Allah. Setelah mempersiapkan dan memperjuangkan kemenangan, Kaum Muslimin harus menyerahkan hasil perjuangan kepada Allah.
“Jadi, kita berani, optimis, tidak takut, tapi juga jeli, cerdas, detail, dan akurat.Kombinasi inilah yang selama ini hilang. Ada orang pemberani dan naif. Ada orang yang terlalu banyak tahu dan jadi penakut. Yang kita inginkan, sikap jiwa yang benar, iman pada takdir, dan ada pengetahuan yang detail tentang peta lapangan dan cara kita mengelola pertempuran. Baru setelah itu, tinggal tawakal kepada Allah.Mudah-mudahan Allah menjamin kemenangan bagi kita karena kita memiliki semua syarat untuk menang,” tutup presiden PKS periode 2013-2015 itu. (DLS)