Mengintervensi Jalannya Sejarah

Senin, 26 Juni 2017

ampm palembang

PALEMBANG – Di Bukit Uhud yang sendu, pasukan kaum Muslimin menelan kenyataan bahwa mereka kalah. Pahit, memang. Namun, dari situlah pelajaran dipetik. Menurut Anis Matta, saat berceramah di Palembang pada Minggu (11/6/2017), setelah kekalahan itu, Allah mengajarkan kaidah pergiliran menang-kalah dan pergantian peradaban kepada kaum Muslimin. Itu merupakan pelajaran berharga, karena setelahnya, kaum Muslimin meraih banyak kemenangan.

“Dalam surat Ali-Imran, ada sekitar 80-an ayat yang khusus turun setelah Perang Uhud. Salah satu kata kuncinya adalah pergiliran. Hari-hari kemenangan dan kekalahan itu dipergilirkan di antara manusia. Itulah kaidah, yang dalam filsafat sejarah, kita sebut sebagai pergantian peradaban,” ujar Anis.

Pergiliran tersebut, lanjut Anis, juga disebut dengan siklus. Teori siklus ini memunculkan kaidah bahwa sejarah selalu berulang. Dan pengetahuan tentang siklus bermanfaat untuk tiga hal, yaitu untuk menafsir sejarah, meramal masa depan, dan mengintervensi jalannya sejarah.

Bagi Anis, inisiatif untuk mengintervensi sejarah merupakan sesuatu yang penting, terlebih di masa krisis seperti sekarang. Anis mengambil contoh beberapa gejolak di dunia internasional, seperti perseteruan negara-negara Arab dengan Qatar, runtuhnya kepercayaan dunia kepada Amerika dan Eropa, dan potensi perang yang dipicu oleh Korea Utara.

Lalu Anis mengambil contoh kasus yang terjadi di PKS. Partai berlambang bulan sabit kembar ini juga ternyata mengalami krisis. Guncangan di tahun 2013 mengubah tren perolehan kursi parlemen partai dakwah itu, mulai dari 7, 45, 57, lalu turun menjadi 40 kursi.

Anis menambahkan, “Kalau dibiarkan, maka tren turun ini akan terus terjadi. Tapi kalau Anda mengintervensi, dia bisa naik. Dari peristiwa ini, kita lihat, sejak awal kita mendirikan partai ini, mood kita naik. Setelah itu, kita secara kolektif mungkin mengalami kelelahan, dan mungkin narasi kita juga habis.”

Berdasarkan pembacaan presiden PKS tahun 2013-2015 itu, diskontinu narasi membuat PKS sulit menjadi pemimpin di negeri ini. Narasi yang dibangun pada awal PKS berdiri hanya sanggup mengantarkannya menjadi partai menengah. Kalau belajar dari Perang Uhud, untuk memperbaiki keadaan, maka diperlukan inisiatif untuk mengintervensi jalannya sejarah.

“Melakukan intervensi, saya kira itulah pelajarannya. Dan mudah-mudahan Allah mengilhamkan kepada kita untuk membaca ulang sejarah kita. Lalu kita berimajinasi, di mana saya dalam kerangka sejarah itu? Apa tindakan intervensi sejarah yang bisa saya lakukan? Kita ingin menghentikan grafik turun umat ini dan mengangkatnya kembali,” pungkas Anis. (DLS)