Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta mengatakan, Indonesia bisa kembali menjadi leader atau pemimpin dan menggalang ASEAN untuk menjadi kawasan yang lebih independen dan mampu mengartikulasikan kepentingannya sendiri.
Untuk itu, Indonesia harus menyiapkan diri menjadi faktor ‘interupsi’. Dengan menjadi pemain global dan faktor “interupsi” yang mencegah terjadinya perang antara dua kekuatan antara Amerika Serikat dan China, karena pada dasarnya masyarakat dunia tidak menginginkan terjadinya perang.
Anis mengungkapkan hal tersebut menyusul mencuatnya polemik novel Ghost Fleet. Ia menilai dari sudut pandang positif, sebaiknya dijadikan alarm bagi Indonesia.
“Yang lebih penting, apa yang harus kita lakukan mulai dari sekarang? Jika skenario berjalan linear, dan kita tidak melakukan apa-apa, maka kita akan menjadi pelanduk yang terinjak-injak, di antara dua gajah yang bertarung,” katanya dalam siarannya kepada wartawan, Minggu (25/3/2018).
Menurut Anis, bila pada 2030 AS tidak melakukan interupsi, akan terjadi crossing line, persimpangan di mana China diprediksi akan menjadi kekuatan nomor 1 dunia mengalahkan AS. Baik itu dari sisi ekonomi, teknologi dan militer. Dua “gajah” besar itu akan bertarung memperebutkan hegemoninya atas dunia.
Untuk itulah Indonesia perlu memainkan perannya, dengan menyiapkan diri menjadi faktor “interupsi” itu. Sebab, langkah yang dilakukan akan menentukan masa depan Indonesia ke depan.
Pria yang digadang-gadang sebagai calon presiden PKS menekankan, ASEAN jangan terombang-ambing dalam tarik-menarik Amerika-China. Apalagi, jika China benar-benar menjadi kekuatan nomor satu dunia, maka dominasi Negeri Tirai Bambu itu di Asia akan mutlak.